Kamis, 20 Agustus 2015

MASALAH PEREKONOMIAN DI PAPUA

         Permasalahan ekonomi yang dihadapi di Indonesia merupakan masalah yang belum dapat diatasi secara maksimal hingga sekarang ini. Disini saya akan membahas masalah perekonomian Indonesia di bagian timur, yaitu Papua. Salah satu isu masalah dalam perekonomian yaitu banyaknya pengangguran. Pembangunan ekonomi suatu daerah tidak terlepas dari masalah pengangguran dan masalah tenaga kerja, seperti yang kita ketahui bahwa tenaga kerja merupakan salah satu faktor terpenting selain modal dalam mempengaruhi dan menentukan output, dalam hal ini pertumbuhan ekonomi daerah. Isu pengangguran di Provinsi Papua dari tahun ke tahun terus memanas dan sering kali dipandang sebelah mata oleh Pemerintah daerah karena “mungkin” dampak negatif dari pengangguran itu sendiri tidak terlalu besar seperti keadaan umumnya yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia katakanlah misalnya tindakan kriminalitas.
            Papua, satu kata yang mengingatkan kita pada satu provinsi paling timur di Negara Kesatuan Republik Indonesia.Provinsi yang memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah di seluruh daratannya. Provinsi yang kaya akan bahan tambang dan kecantikan panorama bawah lautnya yang sangat memukau. Keindahan alam, kekayaan sumber daya alam, hutan yang lebat, masyarakat yang sangat ramah dan masih menjunjung nilai-nilai budaya adalah salah satu daya tarik Papua dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia.
            Namun sayang, dari begitu banyaknya kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh tanah yang kaya tersebut terdapat berbagai masalah yang belum diselesaikan. Sebagai contoh adalah masalah dalam pertumbuhan perekonomian. Disaat semua daerah di Indonesia menikmati kesejahteraan, masyarakat Papua masih harus bekerja keras untuk mempertahankan hidup di tanah yang memiliki sumber daya yang sangat melimpah. Mereka masih berkutat dengan kehidupan mereka yang jauh dari kata berkecukupan.
            Ketidakadilan adalah kata yang tepat untuk mewakil perasaan warga Papua yang hidup di negeri ini. Banyak ketidakadilan yang dengan sangat jelas diperlihatkan oleh pemerintah dalam hal pembangunan daerah. Pemerintah terkesan tidak mau tahu akan pembangunan di Provinsi Papua. Ada banyak permasalahan yang dialami oleh warga Papua, diantaranya adalah kemiskinan, kesehatan, pembangunan infrastruktur, pendidikan, keterisolasian, dan penagguran.
            Pemerintah daerah Provinsi Papua pernah berjanji akan lebih serius menuntaskan masalah kesejahteraan dan perekonomian masyarakat asli Papua. Jika dilihat dalam laporan BPS Provinsi Papua jumlah pengangguran tahun 2009 bulan Februari jumlahnya sebesar 21.54% dari total jumlah penduduk, sedangkan jumlah yang bekerja adalah 424.82 ribu juta jiwa dari total populasi, dan pengangguran terbuka 4,83%. Hal ini menunjukan bahwa sebagian dari total populasi penduduk di Provinsi Papua sebagian besar menganggur. Sektor ekonomi yang paling sedikit menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan (BPS Provinsi Papua tahun 2009) hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat pribumi lebih memilih menjadi PNS dibandingkan menjadi seorang wirausaha sebab sektor ekonomi telah dikuasai oleh non Papua. Sedangkan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian yaitu kurang lebih 75.0% dari total penduduk yang bekerja.
            Salah satu faktor penyebabnya adalah sumber daya manusia yang minim sehingga kreatifitas dan inovatif masyarakat juga minim. Masyarakat hanya menunggu dan terus menunggu pekerjaan dari Pemerintah (menjadi PNS), jika seorang mahasiswa yang telah menjadi sarjana, dia akan memilih untuk menganggur sementara waktu (pengangguran friksional) sampai SK PNS didapatkan, sementara jumlah PNS yang diminta sedikit dan diramaikan dengan praktik-praktik kecurangan yang terjadi sehingga peluang untuk menjadi PNS minim maka pengangguran terus bertambah, sementara mereka tidak memilih untuk terjun dalam dunia bisnis atau mencoba sesuatu yang baru dan hanya memberikan kesempatan bagi non pribumi untuk menguasai sektor tersebut. Dan akhirnya munculah pemikiran-pemikiran negatif terhadap saudara-saudara non pribumi dan merasa miskin di tanah sendiri padahal peluang terbuka lebar untuk melakukan hal itu.
            Lalu bagaimana menyelesaikan masalah tersebut? Jika dilihat dari datanya, pengangguran di sektor perdagangan lebih tinggi. Hal ini berarti pemerintah harus melakukan sesuatu untuk mengurangi jumlah tersebut. Menurut saya, pemerintah perlu membuat beberapa kebijakan, seperti membuka sekolah kursus keterampilan yang bersifat informal dengan tujuan dan harapan meningkatkan skill kewirausahaan khususnya masyarakat pribumi yang menganggur, pemerintah membuat peraturan daerah yang membatasi surat izin usaha tidak terlalu banyak guna memberi peluang dan ruang gerak kepada mereka yang setelah selesai mendapatkan bimbingan dan keterampilan kewirausahaan tersebut, dan kemudahan dalam mendapatkan bantuan dana kredit dari Bank yang telah ditunjuk oleh pemerintah daerah. Hal tersebut lebih baik bila dibandingkan dengan meningkatkan investasi, khususnya investasi pada sektor riil. Memang benar, investasi akan menarik banyak tenaga kerja, dan akan mempengaruhi pengangguran menjadi turun, tetapi melihat skill dan keterampilan masyarakat yang masih minim, dan dihadapkan oleh berbagai masalah lain, seperti peraturan-peraturan daerah yang menghambat aksesnya investasi, dan masalah separatisme yang memberikan rasa kurang aman oleh para investor. Sehingga dengan demikian pengangguran di Tanah Papua akan berkurang dan pembangunan ekonomi akan terjadi tidak hanya pertumbuhan ekonomi.
            Pada tahun 2011 seorang Menteri Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional Armida Alisjahbana mengatakan berdasarkan hasil riset terakhir, predikat daerah termiskin di Indonesia masih dipegang Papua. “Tingkat kemiskinan di daerah Papua sebesar 31,11 persen. Adapun tingkat kemiskinan nasional saat ini adalah 11,96 persen,” ujar saat ditemui di Kementerian Bappenas. Armida mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan Papua masih memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi. Salah satunya adalah faktor konektivitas. Berdasarkan faktor konektivitas, Papua masih tergolong susah dijangkau sehingga aktivitas dan pertumbuhan ekonomi di sana tergolong susah berkembang. Faktor lainnya, kata Armida, adalah masalah tingkat isolasi. Ada beberapa daerah di Papua yang terisolasi dari peradaban, sehingga pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di sana tidak merata. “Di Papua, daerah yang makmur adalah yang lebih dekat ke laut atau pesisir pantai. Di daerah pegunungan, tingkat kemiskinannya masih tinggi. Kesejahteraan di sana perlu diratakan dan itulah yang pemerintah lagi upayakan,” ucap Armida. Saat ditanyakan bagaimana Armida akan memecahkan masalah kemiskinan di Papua, ia mengatakan pemerintah sudah menyiapkan program MP3KI. MP3KI atau Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia adalah program yang berupaya menanggulangi masalah kemiskinan di tingkat nasional dengan mengedepankan pembangunan infrastruktur, industrialisasi pedesaan, dan pengembangan kegiatan. Armida sendiri mengatakan bahwa Bappenas telah menyiapkan peta pembangunan proyek-proyek infrastruktur baru di wilayah timur, terutama Papua. Beberapa yang direncanakan adalah pembangunan infrastruktur berupa bandara dan pelabuhan laut. Hal itu, salah satunya, untuk memecahkan masalah konektivitas.
            Selain itu, masih mandegnya perekonomian Papua ditengarai bukan karena faktor keamanan. DPR Papua menilai, salah satu penyebab tak berkembangnya perekonomian Papua karena akses transportasi. “Untuk itu akses transportasi harus dibuka. Perlu ada bandara dan pelabuhan internasional di Papua guna memperpendek rentan kendali dari dan keluar Papua. Kalau selama ini dikatakan faktor keamanan, saya rasa bukan itu, Kita lihat di PNG lebih rawan. Tingkat kriminalnya lebih tinggi. Tapi investasi mereka lebih maju. Ekonomi mereka lebih maju.”, kata Yunus Wonda. Menurutnya, jangan hanya melihat Papua dari sisi politik semata, karena selalu akan dikaitkan dengan berbagai hal termasuk masalah keamanan. “Jadi satu hal saja, yaitu keterisolasian. Akses harus dibuka. Jangan kita hanya melihat konsep Papua dari sisi politik, karena ini tidak akan menyelesaikan masalah,” ujarnya. Kata Yunus Wonda, sebesar apapun dana yang digelontorkan ke Papua, tidak akan bisa merubah Papua, kecuali keterisolasian dibuka. Selama ini investor dari luar negeri enggan masuk ke Papua karena jarak yang ditempuh cukup jauh. “ Jadi jangan melihat dari satu sisi saja. Kalau saja di Papua ada bandara internasional yang bisa melakukan penerbangan langsung dari Papua ke negara terdekat atau sebaliknya, saya yakin banyak investor yang melirik Papua. Selama ini kan dirasa Papua itu cukup jauh karena kalau mau ke atau dari Papua harus ke Jakarta terlebih dahulu,” ujar Yunus Wonda.
            Sebagai negara yang berkembang, Indonesia terus membenahi sistem pendidikannya agar lebih berkualitas. Namun, sistem pendidikan yang tidak merata hingga saat ini masih menjadi tugas yang harus dituntaskan oleh masyarakat Indonesia. Pendidikan yang hanya berpusat di kota-kota besar semakin membuat sistem pendidikan di daerah-daerah menjadi semakin terpuruk, salah satunya adalah Indonesia bagian paling timur yaitu Papua. Perkembangan pendidikan di Papua dinilai belum berjalan maksimal sehingga rendahnya tingkat pendidikan rata-rata masyarakat Papua menjadi akar permasalahan yang berdampak pada persoalan lain yakni politik, sosial dan yang kita bahas yaitu ekonomi. Provinsi yang mayoritas penduduknya suku Asmat ini masih terbelakang dalam hal sistem pendidikannya. Salah satu penyebab rendahnya kualitas pendidikan karena belum banyak stimulasi (rangsangan) yang diberikan secara sengaja sejak anak masih usia dini. Anak-anak di Papua lebih banyak berkembang alami tanpa diperkenalkan dengan wahana edukasi, misalnya seperti bersekolah. Anak-anak di Papua, terutama masa-masa usia emas (3-5 tahun) dibiarkan tumbuh tanpa diajarkan tentang pendidikan. Berbeda dengan Provinsi lainnya di Indonesia yang sudah mendirikan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) guna menstimulasi otak anak. Jangankan PAUD, usia normal untuk sekolah yakni 6-7 tahun saja mereka tidak mau untuk memasuki bangku SD. Hal ini bisa terjadi karena kesadaran dari orang tua dan dari segi fasilitas pendidikan di Papua itu sendiri.
            Salah satu program yang bisa dilakukan agar pendidikan di Papua lebih baik yaitu dengan mendirikan PAUD di berbagai daerah. Minimal satu daerah dengan satu PAUD. Pembangunan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terpadu di setiap daerah adalah hal yang mutlak dilakukan. Keberadaan PAUD berfungsi membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia din secara optimal (pendidikan, kesehatan, dan iman) sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya. Kondisi gedung-gedung sekolah yang cukup miris di Papua juga turut membuktikan bahwa pendidikan di Provinsi ini masih jauh tertinggal. Fasilitas sekolah seadanya dengan tenda-tenda dan bangku yang tidak layak masih perlu diperhatikan. Selain itu, rendahnya kualitas pengajar dan sarana prasarana yang belum memadai menjadi penghambat peningkatan kualitas pendidikan di Papua.
Untuk memajukan pendidikan di Papua dibutuhkan komponen semua pihak. Tidak  hanya dari pemerintah, masyarakat yang belum sadar arti penting pendidikan juga menjadi salah satu penghambat. Padahal pendidikan merupakan modal dasar suatu bangsa untuk mengubah perekonomiannya.Dengan adanya generasi-generasi yang memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi mampu mengolah sumber daya yang ada, dan pengusaha-pengusaha di daerah Papua tidak harus orang non pribumi lagi, melainkan warga asli Papua. Sehingga warga pribumi bukan hanya menjadi pegawai saja tetapi bisa membuka usaha dengan mengandalkan sumber daya yang melimpah secara bijak dan membuka peluang pekerjaan yang lebih banyak lagi, dengan demikian perekonomian di Papua semakin lama akan semakin membaik. Perhatikanlah pendidikan anak Papua, jangan hanya mengambil apa yang menjadi kekayaan Papua tanpa membangun pendidikan yang berkualitas dan merata. Anak-anak Papua  juga generasi bangsa Indonesia. Kapan negeri ini membangun pendidikan di Papua seperti di Pulau Jawa? Kapan negeri ini membangun jalan beraspal di seluruh pelosok Papua? Sangat disayangkan sekali pulau yang sangat kaya ini begitu sulit untuk diakses lewat jalur darat. Walaupun sudah 70 tahun Indonesia merdeka dan 49 tahun Freeport menikmati kekayaan Papua. Beruntung sekali jika ada anak yang bisa bersekolah karena ribuan anak Papua tidak bisa menikmati pendidikan formal, selain itu sekolah di Papua tidak menyentuh daerah pelosok.
Langkah-langkah  yang ditempuh untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat Papua harus terus mengupayakan terwujudnya prinsip-prinsip yang diamanatkan oleh UUD 1945. Pengembangan ekonomi masyarakat Papua yang dilakukan Pemerintah Provinsi Papua juga diharapkan mampu mengangkat derajat kesejahteraan masyarakat ke tingkat yang berkualitas dan kesejahteraan ekonomi yang lebih baik. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Biak Numfor nampaknya masih perlu memberikan perhatian serius terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Itu karena diperkirakan masih ada sekitar 76% penduduk Biak Numfor yang hidup dibawah garis kemiskinan. Wakil Bupati Kabupaten Biak Numfor Adrianus Kafiar, SE saat dikonfirmasi membenarkan hal itu. Bahkan menurutnya, hingga saat ini masih ada sekitar 20.000KK yang masih masuk dalam kategori miskin. Sementara jumlah penduduk Kabupaten Biak Numfor sendiri berkisar 115.000. “Dari data yang saya tahu memang masih ada sekitar 20.000KK dalam kategori miskin, atau sekitar 76 persen. Jumlah ini memang masih cukup besar dan tetap akan menjadi perhatian serius pemerintah kedepan,” ujarnya kepada Cenderawasih pos, pada tahun 2008. Menurutnya, tingginya angka kemiskinan di Biak Numfor disebabkan karena kurangnya lapangan kerja dan pendapatan per kapita masyarakat masih sangat kurang. Sebagian besar masyarakat mata pencahariannya dalam bentuk bertani secara tradisional dan hanya untuk kebutuhan keluarga. Sementara untuk dijual ke pasar masih sangat kurang. “Memang kami mengakui potensi cukup besar namun belum bisa dimanfaatkan dengan baik. Tentunya ini adalah tantangan dan akan menjadi perhatian serius kedepan secara terprogram, minimal angka kemiskinan tersebut dapat dikuranngi secara perlahan-lahan”, tandas Kafiar.

Kesimpulannya, sebenarnya jika saja pemerintahan di Indonesia dapat menangani ketidak merataan pendidikan di Indonesia terutama di Papua, negara Indonesia akan menjadi negara kepulauan yang kaya raya. Sumber daya alam yang melimpah di Papua belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena kurangnya orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan yang baik. Karena bagaimanapun, Papua termasuk bagian dari bangsa Indonesia yang berhak untuk merasakan pembangunan seperti pulau besar lainnya.

NAMA : EZRA TARIDA DAMERIA
FAKULTAS : EKONOMI
JURUSAN : AKUNTANSI
PRODI : D3
TUGAS MPA FE 2015

1 komentar:

  1. Hi....Thanks a lot. It is so worthywhile article... Makasih ya adik...

    BalasHapus